3.4.16

>> Sungai Nil menjadi merah darah, apa penyebabnya?

Aliran Sungai Nil tampak merah dalam gambar terbaru yang dirilis Badan Antariksa Eropa (ESA). Penampakannya yang tak biasa mengingatkan pada kisah dalam kitab suci, tentang tulah atau bencana yang ditimpakan atas Bangsa Mesir kuno. Salah satunya, seluruh air yang di Nil berubah menjadi darah, ikan-ikan dan makhluk air lainnya pun mati,  sehingga sungai itu berbau busuk dan orang-orang tidak dapat meminumnya.

Namun, gambar yang dihasilkan satelit Sentinel-3A itu menunjukkan sesuatu yang bertolak belakang, yang tak ada kaitannya dengan kisah 'kutukan' tersebut.

"Warna merah mengindikasikan keberadaan vegetasi (tanaman)," demikian penjelasan ESA seperti dikutip dari CBS News, Sabtu (2/4/2016).

Mengombinasikan radiometer dan data warna, Sentinel-3A memetakan fitur lingkungan di kawasan Nil, salah satu sungai terpanjang di dunia.

Direkam pada 3 Maret 2016, gambar tersebut menunjukkan sungai dan delta Nil, juga fitur gurun di timur laut Afrika dan sebagian Timur Tengah. Ibukota Mesir, Kairo dapat dilihat di tengah gambar, dengan Laut Merah di sisi timur.  Satelit tersebut juga menangkap citra Kepulauan Siprus hingga ke utara, ke Laut Tengah. Bagian dari Kreta juga terlihat di sisi kiri gambar.

Satelit Sentinel-3A diluncurkan 16 Februari 2016 lalu dari Kosmodrom Plesetsk, menggunakan kendaraan peluncur Rokot. Menjadi bagian dari Program Copernicus.

Sebagai bagian dari misinya, Sentinel-3A yang mengorbit Bumi, akan mengukur lautan, tanah, es, dan atmosfer planet manusia menggunakan instrumen canggih Sea and Land Surface Temperature Radiometer (SLTR) untuk mendeteksi energi dari permukaan menggunakan 9 pita spektrum, termasuk yang terlihat dengan mata telanjang maupun infra merah. Tujuannya, untuk memahami dinamika global yang sedang terjadi.

Cara itu juga memberikan wawasan tentang kebakaran hutan, penggunaan lahan, dan level air.  'Mata baru' itu  tidak hanya akan menangkap gambar dari laut dan bukit-bukit di dunia, namun juga akan memberikan kepada para peneliti kemampuan untuk memantau daerah secara real-time

Tujuan menyeluruh adalah untuk memantau kebakaran hutan, menawarkan pemahaman yang lebih jelas dari vegetasi, grafik kedalaman sungai dan danau, dan menawarkan peta komprehensif dari penggunaan lahan.

ESA menyebut misi tersebut sebagai sistem observasi paling canggih yang pernah diluncurkan. "Misi menjadi jantung bermacam aplikasi, dari mengukur aktivitas biologi kelautan hingga menyediakan informasi tentang kesehatan vegetasi,' kata Volker Liebig, Direktur Program Observasi Bumi ESA seperti dikutip darui Daily Mail.

Apa yang membuat teknologi tersebut begitu mengesankan adalah, ia memiliki kemampuan untuk memindai seluruh dunia hanya dalam waktu sedikit lebih dari satu hari, dan bisa mengirim gambar dalam hitungan jam.