3.4.16

>> Unik !! Pemilu RT tercanggih di Dunia ada di kota Semarang

Jauh sebelum ada e-ktp, sejumlah anak muda di suatu RT (rukun tetangga) di pinggiran kota Semarang membuat gebrakan. Saat itu, tepatnya sabtu, 1 Agustus 2009, mereka menggelar pemilihan ketua RT yang akhirnya diyakini sebagai embrio lahirnya e-ktp di Indonesia.

Malam itu, di lapangan badminton yang lahannya dibeli dari iuran warga, warga RT 7 RW VI Kelurahan Pedurungan tengah Semarang, berkumpul. Di hadapan mereka selain pohung rebus, kacang rebus, juga terlihat tiga buah meja dengan komputer layar sentuh (yang saat itu masih mewah dan langka).

"Saudara Wikayat, silakan memilih di bilik dua," terdengar suara panggilan dari sound system yang terhubung dengan komputer. Panggilan itu memang datang dari komputer.

Seorang bapak berusia 73 tahun menghampiri layar monitor. Jari-jarinya sedikit bergetar ketika menyentuh layar. Ia tidak canggung pun bingung. Meski hanya memilih ketua RT, cara mereka jauh lebih modern dari pemilu presiden lalu. Dua komputer dengan layar sentuh untuk memilih satu dari tiga calon ketua RT.

Untuk verifikasi pemilih, KTP warga dimodifikasi dengan RF-ID (radio frequency identification). Itu termasuk kartu cerdas sebelum era barcode. KTP itu selanjutnya dipindai ke pembaca RF-ID, dan nama mereka pun tercantum dalam daftar pemilih.

Setelah itu, satu per satu warga dipanggil sesuai urutan kedatangan yang ditandai dengan pemindaian KTP. Panggilan ditujukan agar warga memberikan pilihan melalui layar sentuh. Mulai pemindaian hingga pemungutan suara, warga hanya butuh waktu sekitar lima detik. Untuk orangtua, waktu yang dibutuhkan lebih lama, tetapi tidak lebih dari 10 detik.

Ketua Panitia Pemilihan Raya Hadi Santoso mengungkapkan, beberapa warga berinisiatif membuat pemilihan RT yang berbeda. Ide awalnya, membuat pemilihan yang terkoneksi dengan data kependudukan. Mereka lalu membuat perangkat lunak yang mampu menghubungkan data kependudukan dengan sistem pemungutan suara.

"Sistem ini, tidak mungkin ada pemilih ganda. Mereka yang tidak memenuhi syarat, seperti masih di bawah umur, atau kriteria yang lain, secara otomatis tidak akan bisa memilih,” kata Hadi.

Hadi menuturkan, ide itu muncul ketika Pemilu 2009 berlangsung penuh dengan karut-marut daftar pemilih tetap (DPT). Dengan teknologi informasi, hal itu ternyata dapat diatasi dengan mudah. Kartu RF-ID yang dibawa warga adalah "KTP", syarat untuk dapat memilih.

Saat nama warga dipanggil, foto dan data kependudukan mereka muncul di layar monitor yang diproyeksikan ke layar lebar. Data keendudukan yang dimaksud adalah, nama, usia, alamat, pendapatan bulanan, kondisi rumah, golongan darah dan sejenisnya.

Adalah Sutrisno (27) dan Panji (21) yang berada di balik sistem teknologi informasi tersebut. Mereka menamakan sistem itu dengan Sistem Informasi Pemilihan RT. Pemindai terhubung dengan komputer yang secara otomatis mengolah, memasukkan nama dalam daftar pemilih, memanggil pemilih, menampilkan pilihan di layar, kemudian merekapitulasi hasil pemilihan.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengakomodir 45 suara, total hanya 20 menit saja. Setelah semua selesai, Hadi Santoso selaku ketua panitia kemudian memencet tombol "enter" untuk mengetahui hasilnya. Maka di monitor san layar lebar terpampang perolehan suara, lengkap dengan grafik batang dan lingkaran. Bukan hanya jumlah suara yang diperoleh namun juga prosentase.

Ketika itu, calon yang masih menjabat, Achmad Umar Andi Susilo, kembali terpilih dengan perolehan 44 persen suara. Menurut salah satu warga, Sariyati (32), mengatakan, cara itu sangat mudah dan cepat. "Gampang sekali caranya. Coba kalau pemilu seperti ini," kata Saryati.

Hadi berharap gagasan ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem pendataan kependudukan. Saat pemilu legislatif dan pemilu presiden lalu, nyata bahwa sistem kependudukan Indonesia bermasalah dan memengaruhi proses demokrasi.

Sekian tahun berlalu, ternyata pemilu RT itu menginspirasi Walikota Semarang Sukawi Starip melaporkan hal ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Apalagi saat itu ketua Bawaslu RI Nurhidayat Sardini menjadi pengawas, dan disaksikan serta menjadi bahan kajian KPU juga Partnership Indonesia. Hal itulah yang diyakini bahwa pemilihan ketua RT di Tanjungsari ini adalah embrio terbitnya e-ktp.
( sumber )