3.4.16

>> Demi mitos, para gadis ini dipaksa tinggal di kandang sapi

Selama 5 hari dalam sebulan, Sofalta Rokaya harus meninggalkan kamar dan tempat tidur di rumah keluarganya di Nepal barat. Ia harus tinggal di kandang, tidur di antara sapi-sapi peliharaan.  Kandang batu itu sama sekali bukan tempat yang nyaman. Gelap, terasa beku di musim dingin, gerah bukan main pada musim panas, dipenuhi bulu-bulu rontok, jerami, tahi sapi, dan serangga. Semua itu harus ia lakukan saat menstruasi. Tak ayal, gadis 16 tahun itu merasa takut untuk mengatakan pada orangtuanya bahwa ia mulai datang bulan.

"Itu berarti tinggal di kandang sapi, sama sekali tak terbayang aku sanggup melakukannya," kata Sofalta, seperti dikutip dari Guardian, Sabtu (2/4/2016).

Selama 5 hari dalam sebulan, Sofalta Rokaya harus meninggalkan kamar dan tempat tidur di rumah keluarganya di Nepal barat. Ia harus tinggal di kandang, tidur di antara sapi-sapi peliharaan. Kandang batu itu sama sekali bukan tempat yang nyaman. Gelap, terasa beku di musim dingin, gerah bukan main pada musim panas, dipenuhi bulu-bulu rontok, jerami, tahi sapi, dan serangga. Semua itu harus ia lakukan saat menstruasi. Tak ayal, gadis 16 tahun itu merasa takut untuk mengatakan pada orangtuanya bahwa ia mulai datang bulan.

"Itu berarti tinggal di kandang sapi, sama sekali tak terbayang aku sanggup melakukannya," kata Sofalta, seperti dikutip dari Guardian, Sabtu (2/4/2016).

Sofalta tak boleh masuk ke rumahnya, dilarang memasak, menyentuh orangtuanya, pergi ke kuil atau sekolah, atau makan apapun kecuali roti atau nasi yang diasinkan.

Konon, mereka yang melanggarnya bisa membawa kemalangan bahkan kematian bagi keluarganya. Tak hanya itu, diyakini, jika ia menyentuh tanaman, maka tanaman itu akan layu; jika ia menimba air maka sumur akan kering; dan jika ia memetik buah maka buah itu tak akan matang.

"Jika tetap tinggal di dalam rumah, maka niscaya kita akan sakit karena Dewa tak akan mengizinkannya," jelas Gita Rokaya, perempuan lain yang tinggal di Desa Sanigaun di Disrik Jumla.

Sulit Mengubah Tradisi Lama
Chhaupadi atau yang diterjemahkan sebagai 'makhluk yang tak boleh disentuh' telah dipraktikkan selama berabad-abad di Nepal, juga sebagian India dan Bangladesh. Meski telah dilarang lewat keputusan Mahkamah Agung pada 2005, praktik tersebut masih dilakukan di bagian barat Nepal, di mana laju pembangunan, tingkat pendidikan, dan kesetaraan gender masih rendah.

Radha Paudel, ketua organisasi akar rumput Action Works Nepal (Awon) mengatakan, 95 persen anak gadis dan perempuan Nepal di kawasan tengah hingga Barat menjadi korban dari praktik chhaupadi. Kebanyakan diasingkan di kandang sapi.

Sementara, di wilayah Kathmandu, di mana harga tanah teramat mahal dan warga tak mungkin punya kandang ternak, pihak keluarga akan menyewa kamar agar perempuan yang sedang datang bulan atau nifas bisa tinggal terpisah. Chhaupadi terkait dengan gangguan psikologis dan fisik yang dialami kaum hawa -- sebagai akibatnya. Riset Awon menemukan bahwa 77 persen perempuan merasa terhina selama menstruasi, dan dua pertiga dari responden mengaku kesepian dan ketakutan tinggal di kandang sapi.

Laporan PBB menambah sisi gelap chhaupadi. Praktik tersebut bisa mengakibatkan  diare, pneumonia, penyakit pernapasan, bahaya serangan ular, binatang liar, dan laki-laki mabuk. Juga berpotensi memicu insiden pelecehan dan pemerkosaan.

Pengasingan juga berkorelasi dengan tingginya angka kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Laxmi Raut menggambarkan bagaimana dia dan anaknya yang baru lahir menderita akibat suhu teramat dingin saat mereka disingkirkan di kandang sapi.

"Anakku bertahan hidup hingga hari ke-18. Ia meninggal setelah tiba-tiba terserang flu," kata dia.

Setelah kehilangan putrinya, pandangan Raut tentang chhaupadi berubah. Ia berpendapat, perempuan harus tinggal di rumah mereka sendiri, bukannya dibuang. Namun tak mudah untuk mengubah tradisi lama. Itu yang dirasakan Sandhya Chaulagain dari WaterAid Nepal, yang bekerja sama dengan mitra lokal untuk memberantas praktik itu.

Perlahan-lahan, LSM dan aktivis membuat kemajuan dengan mengurangi chhaupadi, melalui program pendidikan dan advokasi yang menargetkan laki-laki, perempuan dan praktisi pengobatan tradisional -- dengan mendukung praktik higienis dan sanitasi menstruasi yang lebih baik.

Di desa-desa tertentu sekarang menjadi zona bebas chhaupadi, lainnya mulai meratakan gubuk pengasingan yang mereka bangun sebelumnya. Chaulagain mengatakan, pihaknya punya strategi untuk memberantas praktik tersebut. Alih-alih mendekati kaum tua yang teranjur percaya mitos, para aktivis bekerja sama dengan kaum muda.

"Kami menfokuskan program pada kaum muda, sebagai agen perubahan dan pemimpin di masa depan," kata dia.
( sumber )