26.7.16

>> Fenomena menjamurnya bisnis perdukunan dan peramal di Afghanistan

Patah hati, sakit, dipecat. Di tangan dukun atau peramal di Afghanistan problem tersebut bisa diatasi. Meski dikecam para dokter dan ulama, tradisi ratusan tahun itu marak di Afghanistan. Ulama menilainya sebagai musrik.

Mulai dari patah hati, problem rumah tangga, masalah di tempat kerja hingga penyakit, bagi dukun atau peramal di Afghanistan yang dikenal dengan sebutan:"tawiz newis" pasti ada jalan keluarnya. Bisnis perdukunan atau “orang pintar“ hidup sejak ratusan tahun lalu di negara yang dililit perang ini. “Tawiz newis" bisa dijumpai di setiap wilayah di Afghanistan.

Ada banyak alasan orang pergi ke “orang pintar“. Tapi menurut salah seorangu dukun, yang paling sering alasannya adalah: ingin mendapat pekerjaan, ingin sembuh dari penyakit, dan yang terutama dari semuanya yaitu berkonsultasi soal percintaan, baik gara-gara jatuh cinta, patah hati maupun goyahnya mahligai pernikahan.

Rata-rata, para “Tawiz newis" tak buka praktik di bangunan atau ruang yang nyaman. Kebanyakan cuma menggelar lapak di pinggir jalan. Modalnya hanya meja tua yang dilengkapi dadu, kitab-kitab tua dan jimat untuk alat meramal lainnya.

Para pelanggan yang datang juga tak banyak mengeluh dengan kurang nyamannya ‘tempat praktik ramal’ tersebut. Tamu biasanya duduk di kursi kecil atau di tanah, sementara sang peramal sibuk mencari mantera ataupun aji-ajian pemecah masalah dari kitab tuany

Salah seorang perempuan pelanggan mengisahkan, tadinya ia punya masalah rumah tangga dengan sang suami. Lalu minta bantuan ke dukun atau tukang ramal. Sang dukun membekalinya dengan doa-doa yang dianggap pas dengan masalah yang dihadapi. Doa-doa itu disimpan dalam amplop. Setelahnya, pelanggan mengaku hubungannya dengan sang suami kembali mesra.

Seorang remaja putri asal Kunduz juga amat yakin dengan kehebatan peramalnya. Siswi sekolah itu bahkan percaya peramal atau dukun bukan hanya mampu mengatasi masalah percintaannya, namun juga membantunya meningkatkan konsterasi belajar agar bisa berprestasi di sekolah.

Para peramal ini dianggap penuh pengertian, mau mendengarkan dengan sabar masalah pelanggannya. Tapi tentu saja ada imbalannya. Imbalan yang royal, menurut para dukun atau peramal, bisa menaklukan roh jahat.

Seorang perempuan asal Kabul bernama Zarlashat menceritakan, ibu mertuanya meminta bantuan kepada dukun agar anak perempuannya mendapatkan suami. Tapi tak berhasil. Ketika ibu mertua komplain pada dukun, dukun menjawab, itu karena menantu perempuannya, yakni saya, jahat. Saya sebagai menantu perempuan yang disalahkan dukun. Jadinya saya sering digebukin ibu mertua, tuturnya.

Tumbuhnya kepercayaan pada dukun atau peramal menurut para dokter di Afghanistan, dipicu nyaris tidak adanya layanan konsultasi psikologi. Banyak orang, terutama perempuan membutuhkan seseorang yang mendengarkan keluhan mereka. Kekosongan besar ini diisi dukun.

Bukan cuma para dokter di Afghanistan yang tak senang dengan menjamurnya perdukunan. Para ulama menganggap kegiatan yang dilakukan para peramal dan dukun sebagai musrik. Kecaman itu tak menyurutkan tradisi ratusan tahun ini. Justru akibat konflik bersenjata berkepanjangan, warga lebih menaruh kepercayaan pada "tawiz newis".
(sumber)